Riset Penghayat Kepercayaan Bawaslu Grobogan, dari Pengakuan Formal Menuju Kesetaraan Substansial
|
Purwodadi - Penguatan hak konstitusional penghayat kepercayaan ternyata masih banyak persoalan. Komunitas penghayat kepercayaan memang tidak ada kendala dalam hak politik yakni hak memilih dan dipilih, namun semestinya pengakuan hak untuk penghayat kepercayaan harus lebih luas.
Isu ini mengemuka dalam Penguatan Kelembagaan jilid Pengawas Pemilu Melalui Riset Kolaborasi Bawaslu Kabupaten Grobogan Bersama Perguruan Tinggi di Hotel Grand Master, Jumat (28/11/2025). Dalam riset kolaborasi ini melibatkan komunitas penghayat kepercayaan.
Untuk memperluas perspektif dan memperkaya diskusi, kegiatan ini menghadirkan lima narasumber dengan latar belakang berbeda yaitu Tim Ahli komisi II DPR RI, akademisi dari UIN Surakarta dan Sekolah Tinggi Agama Islam Grobogan (STAIG) serta peneliti agama dan kepercayaan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dan peneliti Lembaga Studi dan Agama (eLSA).
Kepala Pusat Riset Agama dan Kepercayan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Aji Sofanudin menjelaskan penguatan kelembagaan pengawas pemilu melalui riset kolaborasi. Ia menggarisbawahi terkait varian identitas kepercayaan.
“Ada beberapa varian identitas kepercayaan kalau kita proyeksikan pda penghayat, ada tiga bagian. Pertama, terpisah antara paguyuban dan kepercaaan, terintegrasi dan menjadi bagian di dalamnya,” jelas Aji.
Sementara itu akademisi Universitas Wahid Hasyim Semarang sekaligus peneliti eLSA, Tedi Kholiluddin berbicara mengenai Jaminan Konstitusional Kelompok Marginal: Dari Rekognisi Konstitusional Menuju Civic Inclusion bagi Penghayat Kepercayaan.
“Secara regulasi memang sudah diatur terkait hak yang seharusya diperoleh oleh penghayat seperti orang pada umumnya. Namun perlu kita ketahui fenomena tersebut seperti gunung es, yang kadang di bawahnya masih perlu dikaji apakah masih terdapat permasalahan atau tidak, seperti pelayanan kesehatan, sekolah kedinasan, atau beasiswa pendidikan," jelasnya.
Sementara TA Komisi II DPR RI, M. Sirottudin menjelaskan dinamika pengawasan yang dilakukan oleh Bawaslu.
Terakhir, akademis dari UIN Raden Mas Said Surakarta, Nanang Qosim menyampaikan dinamika konteks keberagaman aliran kepercayaan. Ia menggarisbawahi adanya keberagaman di negeri ini, mengharuskan setiap kelompok penghayat kepercayaan harus menunjukkan eksistensi dengan kepada pemerintah agar diakui dan setara dengan agama yang ada di Indonesia.
Melalui kegiatan penguatan kelembagaan ini, Bawaslu Grobogan berharap rekomendasi yang disusun nantinya dapat menjadi dasar bagi peningkatan pelayanan, pengawasan yang lebih humanis, serta kebijakan yang lebih responsif terhadap keberagaman masyarakat Grobogan.
Bawaslu menegaskan demokrasi harus memberikan ruang setara bagi semua warga tanpa terkecuali, termasuk kelompok penghayat kepercayaan yang selama ini kerap menghadapi beragam hambatan sosial maupun administratif.
Penulis: Alif
Editor: Humas Bawaslu Grobogan